Senin, 03 Juni 2013

Teman Lama

Masih kuingat betul kali pertama aku bertemu dengannya. Awal Juni tujuh tahun yang lalu. Sejauh yang kuingat, dia adalah sahabat yang sangat menyenangkan. Dia pribadi yang sangat istimewa. Dia berbeda dari teman-teman lelakiku kebanyakan, sesuai dengan namanya, Furqon.
Aku suka sekali menyanyi. Karena itu, aku bergabung dengan group vocal sekolah. Bahkan tak jarang, aku ikut ngeband bersama teman-temanku yang tentu saja mayoritas laki-laki. Aku juga tahu betul Furqon memiliki suara yang sangat merdu. Apabila tiba waktu salat dzuhur dan salat Jum’at Furqon lah yang pasti jadi muazinnya. Istimewanya, tak ada yang jenuh mendengar seruan azan Furqon. Merdu, mendayu-dayu seakan menyeru kepada seluruh alam, melengking, merasuk sampai ke urat nadi. Sempurna sekali. Berangkat dari perbedaan itulah Furqon mengajarkanku sesuatu.
”Sarah,” Furqon membuka pembicaraan kami siang itu usai mengerjakan tugas Bahasa Inggris di perpustakaan sekolah.
”Ya.” Jawabku.
”Kamu bisa tilawah?” Tanya Furqon.
Aku bengong. Tilawah? Sejurus kemudian aku pun menggeleng.
Furqon tersenyum, ”sayang sekali, padahal suara kamu merdu lho!”
”Sulit Furqon.” Kataku, datar.
”O, ya? Tapi kamu mau belajar tilawah?”
”Ha? Emmmmm…”
”Aku punya sepupu perempuan namanya Anisa, kalau soal tilawah, dia jagonya. Kalau kamu mau, aku kenalkan deh. Terus kamu bisa belajar tilawah sama dia.” Furqon membujukku.
Begitulah awalnya. Furqon mengenalkan aku dengan Anisa hingga kami pun menjadi sahabat. Aku menjadi lebih sering berlatih tilawah bersama Anisa daripada ngeband bersama teman-temanku. Walau awalnya aku jadi dicuekin sama mereka, tapi toh akhirnya aku lebih nyaman seperti ini.
Dengan kemampuanku yang mulai bisa tilawah, Furqon sering mengajakku ke pengajian dengan anak-anak Rohis dan mengisi bagian acara gema wahyu illahi. Furqon yang memang sudah istimewa menjadi lebih istimewa lagi di hati ini. Tapi, aku tak pernah menunjukkan kekagumanku padanya. Aku tahu, Furqon sangat menjunjung pergaulan secara islami. Ya, aku sangat mengaguminya. Bahkan hingga detik ini.
Sore itu, aku ke rumah Anisa untuk belajar tilawah. Tak seperti biasanya, Anisa sore itu sudah menungguku di teras rumahnya.
”Assalamu’alaikum.”
”Walaikumsalam.” Jawab Anisa.
”Tumben kamu nungguin aku di teras Nis?” tanyaku.
”Iya. Furqon dan keluarganya baru saja dari sini. Sekarang mereka sudah berangkat.” Kata Anisa
”Berangkat? Berangkat kemana Nis?”
”Kalimantan Sar. Ayah Furqon dipindahkerjakan.”
Aku terperangah kaget dengan yang dikatakan Anisa barusan.
” Emm, tapi tenang saja Sar, walaupun Furqon nggak pamit sama kamu tapi dia nitip sesuatu kok buat kamu. Ini.” Anisa menambil bingkisan tebal dan di atasnya ada sepucuk surat. Aku menerima bingkisan itu dan membacanya.
Assalamu’alaikum,
Sarah, afwan ya tidak sempat pamit. Aku ikut ayah pindah ke Kalimantan.
Al Qur’an ini untukmu, untuk menemanimu belajar tilawah.
Wassalammu’alaikum.
Hanya itu. Aku sedih sekali. Dan semakin sedih lagi manakala aku merasa kehilangan Furqon di hari-hari setelah itu. Sahabatku, sahabat yang amat kukagumi.
Sudah tujuh tahun berlalu sejak perpisahan itu aku tak pernah mendengar kabar apapun tentang Furqon. Sementara sampai saat ini aku masih memendam perasaan padanya. Mungkin dia sekarang sudah sukses, atau mugkin sudah menikah. Entahlah, aku sendiri sungkan menanyakan hal itu pada Anisa. Hingga suatu hari,
”Sarah, besok Ahad kamu diminta tilawahan.” Kata ibu usai salat maghrib.
”Di tempat siapa Bu?”
”Kamu lihat sendiri saja, undangannya ibu taruh di kamar kamu.”
Aku bergegas menuju ke kamar. Ibu menaruh undangan pernikahan itu beserta sebuah amplop tepat di atas Al Qur’an pemberian Furqon yang kutaruh di meja kerjaku. Sebelum membuka undangan pernikahan, aku terlebih dahulu membaca sepucuk surat itu.
Assalamu’alaikum
Sarah, aku yang memintamu untuk tilawahan di acara walimahanku Ahad depan.
Aku sudah lama tidak mendengar kamu tilawahan.
Furqon
Wassalamu’alaikum.
Aku lemas. Jadi Allah tak pernah menjodohkanku dengan Furqon? Aku tak bisa menjelaskan apa yang aku rasakan. Aku memeluk Al Qur’an pemberian Furqon dulu sambil menatap ke luar jendela.
SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar