Masih
kuingat betul kali pertama aku bertemu dengannya. Awal Juni tujuh tahun yang
lalu. Sejauh yang kuingat, dia adalah sahabat yang sangat menyenangkan. Dia
pribadi yang sangat istimewa. Dia berbeda dari teman-teman lelakiku kebanyakan,
sesuai dengan namanya, Furqon.
Aku
suka sekali menyanyi. Karena itu, aku bergabung dengan group vocal sekolah.
Bahkan tak jarang, aku ikut ngeband
bersama teman-temanku yang tentu saja mayoritas laki-laki. Aku juga tahu betul
Furqon memiliki suara yang sangat merdu. Apabila tiba waktu salat dzuhur dan
salat Jum’at Furqon lah yang pasti jadi muazinnya. Istimewanya, tak ada yang
jenuh mendengar seruan azan Furqon. Merdu, mendayu-dayu seakan menyeru kepada
seluruh alam, melengking, merasuk sampai ke urat nadi. Sempurna sekali.
Berangkat dari perbedaan itulah Furqon mengajarkanku sesuatu.
”Sarah,”
Furqon membuka pembicaraan kami siang itu usai mengerjakan tugas Bahasa Inggris
di perpustakaan sekolah.
”Ya.”
Jawabku.
”Kamu
bisa tilawah?” Tanya Furqon.
Aku
bengong. Tilawah? Sejurus kemudian aku pun menggeleng.
Furqon
tersenyum, ”sayang sekali, padahal suara kamu merdu lho!”
”Sulit
Furqon.” Kataku, datar.
”O,
ya? Tapi kamu mau belajar tilawah?”
”Ha?
Emmmmm…”
”Aku
punya sepupu perempuan namanya Anisa, kalau soal tilawah, dia jagonya. Kalau
kamu mau, aku kenalkan deh. Terus kamu bisa belajar tilawah sama dia.” Furqon
membujukku.
Begitulah
awalnya. Furqon mengenalkan aku dengan Anisa hingga kami pun menjadi sahabat.
Aku menjadi lebih sering berlatih tilawah bersama Anisa daripada ngeband bersama teman-temanku. Walau
awalnya aku jadi dicuekin sama mereka, tapi toh akhirnya aku lebih nyaman
seperti ini.
Dengan
kemampuanku yang mulai bisa tilawah, Furqon sering mengajakku ke pengajian
dengan anak-anak Rohis dan mengisi bagian acara gema wahyu illahi. Furqon yang
memang sudah istimewa menjadi lebih istimewa lagi di hati ini. Tapi, aku tak
pernah menunjukkan kekagumanku padanya. Aku tahu, Furqon sangat menjunjung
pergaulan secara islami. Ya, aku sangat mengaguminya. Bahkan hingga detik ini.
Sore
itu, aku ke rumah Anisa untuk belajar tilawah. Tak seperti biasanya, Anisa sore
itu sudah menungguku di teras rumahnya.
”Assalamu’alaikum.”
”Walaikumsalam.”
Jawab Anisa.
”Tumben
kamu nungguin aku di teras Nis?” tanyaku.
”Iya.
Furqon dan keluarganya baru saja dari sini. Sekarang mereka sudah berangkat.”
Kata Anisa
”Berangkat?
Berangkat kemana Nis?”
”Kalimantan
Sar. Ayah Furqon dipindahkerjakan.”
Aku
terperangah kaget dengan yang dikatakan Anisa barusan.
”
Emm, tapi tenang saja Sar, walaupun Furqon nggak pamit sama kamu tapi dia nitip
sesuatu kok buat kamu. Ini.” Anisa menambil bingkisan tebal dan di atasnya ada
sepucuk surat. Aku menerima bingkisan itu dan membacanya.
Assalamu’alaikum,
Sarah, afwan ya tidak sempat pamit. Aku ikut ayah pindah
ke Kalimantan.
Al Qur’an ini untukmu, untuk menemanimu belajar tilawah.
Wassalammu’alaikum.
Hanya
itu. Aku sedih sekali. Dan semakin sedih lagi manakala aku merasa kehilangan
Furqon di hari-hari setelah itu. Sahabatku, sahabat yang amat kukagumi.
Sudah
tujuh tahun berlalu sejak perpisahan itu aku tak pernah mendengar kabar apapun
tentang Furqon. Sementara sampai saat ini aku masih memendam perasaan padanya. Mungkin
dia sekarang sudah sukses, atau mugkin sudah menikah. Entahlah, aku sendiri
sungkan menanyakan hal itu pada Anisa. Hingga suatu hari,
”Sarah,
besok Ahad kamu diminta tilawahan.” Kata ibu usai salat maghrib.
”Di
tempat siapa Bu?”
”Kamu
lihat sendiri saja, undangannya ibu taruh di kamar kamu.”
Aku
bergegas menuju ke kamar. Ibu menaruh undangan pernikahan itu beserta sebuah
amplop tepat di atas Al Qur’an pemberian Furqon yang kutaruh di meja kerjaku.
Sebelum membuka undangan pernikahan, aku terlebih dahulu membaca sepucuk surat
itu.
Assalamu’alaikum
Sarah, aku yang memintamu untuk tilawahan di acara
walimahanku Ahad depan.
Aku sudah lama tidak mendengar kamu tilawahan.
Furqon
Wassalamu’alaikum.
Aku
lemas. Jadi Allah tak pernah menjodohkanku dengan Furqon? Aku tak bisa
menjelaskan apa yang aku rasakan. Aku memeluk Al Qur’an pemberian Furqon dulu
sambil menatap ke luar jendela.
SELESAI